Asap rokok mengepul dari mulutnya. Rok mini dengan atasan kaos ketat menjadi pilihannya untuk membalut tubuhnya yang menggairahkan. Ditambah lagi dengan warna merah mencolok pada bibirnya mempertegas profesi apa yang ia geluti. Umur yang tak lagi muda namun masih banyak pelanggan yang setia kepadanya . Wajah ayu dengan tubuh semampai mampu menutupinya dari kata tua. Aku tidak tahu apa yang membuatnya bekerja pada bidang ini. Ia tak pernah memaksaku untuk mengikuti jejaknya dan ia pun tak pernah mendengar penyadaran yang selalu kulakukan untuknya.
“Aku sudah membelikan nasi padang untukmu,” ujarnya dengan menghitung pundi-pundi uang yang ia peroleh. Aku tidak menanggapinya. Sebisa mungkin aku tidak menggunakan uang yang ia peroleh walaupun sekedar nasi padang.
“Kamu mau menahan lapar sampai kapan? Sudah kesampingkanlah kearifanmu itu. Besok jika sudah menjadi dokter kau boleh memadang rendah uang yang ku hasilkan”. Sedikit geram mendengar kata-katanya. Sejak pelanggannya yang mencoba menjamah keperawananku, berkibarlah bendera perang diantara kami. Saat itu ia sedang melayani pelanggannya yang lain. Laki-laki paruh baya dengan bringas masuk ke kamarku. Awalnya ia tertawa saat aku terkejut akan keberadaanya. Aku sudah hafal laki-laki apa yang datang ke tempat ini. Sebelum sempat ia menyentuhku, kepalanya ku hantam dengan pemukul bisbol yang selalu kusiapkan disebelah ranjangku. Kepalanya berlumuran darah dan jatuh. Ia memang selalu melarang pelanggannya untuk menggangguku. Namun apapun alasannya aku tetap membencinya.
Tidak ada yang bisa dibanggakan darinya. Bertahun-tahun aku menahan pahit dari ulah yang ia buat. Pernahkah ia mencurahkan kasih sayangnya padaku. Tidak! Yang ia pikirkan hanya uang dan uang. Bahkan ketika perih menjalariku tak ada yang ia lakukan. Ia lebih memilih melayani pelanggannya, para laki-laki hidung belang itu. Mereka pikir jiwa mereka terhormat! Datang ke tempat ini seperti sesuatu yang umum bagi mereka. Tidak peduli betapa sakitnya para perempuan yang dengan setia menunggui mereka. Keluar dari tempat ini adalah hal yang harus kulakukan setelah pencampaianku menjadi dokter. Aku selalu yakin bahwa Tuhan itu adil. Aku memang terlahir dari kalangan sampah. Namun tidak semua sampah akan terus menjadi sampah. Melaui beasisiwa yang ku dapat sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi membuatku semakin yakin bahwa impianku sejak kecil akan terwujud. Sehingga aku dapat membuktikan bahwa tidak semua di dunia ini dapat dibeli dengan uang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar